Desaku yang kucinta…
Kau sudah banyak berubah..
Aku masih ingat, saat kecil kudibesarkan beberapa tahun disana, meski
aku tak dilahirkan di desa itu. Di tanah kelahiran ayahandaku tercinta.
Desa itupun yang menjadi saksi kemanjaan kakek dan nenek mendapati cucu
pertamanya, menjadi saksi pula kegembiraan saudara2 ayah memajakan
keponakan pertamanya.
Dan kini kau banyak berubah. Jalan raya depan rumah itu, rumah yang
memiliki halaman yang sangat luas, masih berupa tanah yang ketika hujan
turun menggenanglah tanah itu.
Cerita kecil yang sangat mengasikkan. Kebiasaan sewaktu hujan turun
sangat deras, aku langsung berlari keluar rumah meminta izin ayah untuk
bermain hujan-hujanan, setelah itu memanggil seluruh anak-anak desa
untuk bermain di jalan raya itu. mengikuti
aliran air yang kecoklatan karena bercampur dengan tanah. Setelah itu
membangun rumah-rumahan bak pasir di pinggiran pantai. Atau sering
melubangi tanah itu sehingga mampu menjadi jembatan. Ketika ada truk
lewat dari kejauhan anak yang paling ujung selalu meneriaki
“heeeeiiiiiiiii ada trukkk ayo segera minggir” lalu kami serentak
meninggalkan bangunan kami untuk minggir sebentar dan menikmati cipratan
air dari ban truk tersebut, lalu tertawa bebas. Ibu selalu melarang dan
memarahai kalau aku bermain hujan-hujanan takut sakit lah atau apalah
maka dari itu aku tak pernah meminta izin padanya kala itu, hanya kepada
ayah.. yak,, ayahlah yang selau berteriak mendukung “ sana, sana,, agak
jauhan disana mainnya. Disana banyak air dan tanahnya. Pokoknya klo ada
kendaraan minggir.” Saat ibu melarang “jangan main kesana, banyak
kendaraan,, nanti klo ada truk bahaya.” Ahh anak seusia itu klo dilarang
ya malah tambah menjadi-jadi… masih kecil.. masihh kecil sekali…
Jalanan itu juga yang menjadi saksi, saat kakek menggoncengku sepulang
TK saat itu (mungkin aku berumur 2 tahunan) karena kondisi jalan yang
penuh tanah membuat kakek sulit menjaga keseimbangan sehingga kami
terjatuh. Aku masih dapat mengingatnya dengan jelas. Lalu kakek segera
membantuku untuk berdiri, aku tak merasa ada yang terluka, Cuma aku
dapati kaki kecil mungil yang super gemuk itu masuk kedalam jeruji.. ahh
tapi jujur aku tak merasai kesakitan. Sesampainya dirumah kakek bilang
bahwa kami habis terjatuh, lalu spontan nenek berteriak2 khawatir dan
dengan lembut melepas sepatuku melihat ternyata disana ada darah yang
mengucur sambil memarahi habis-habisan kakek. Kakek terlihat merasa
sangat bersalah. Melihat nenek yang begitu khawatir lalu tiba-tiba air
mataku jatuh tak tertahankan lalu berteriak sekencang-kencangnya. Nenek
yang melihatku seperti itu, malah tambah hebat memarahi kakek,
sesungguhnya aku ingin bilang “aku nangis bukan karena sakit kok nek,
tapi karena lihat nenek yang histeris” tapi karena aku masih sangat
kecil, aku bingung menyampaikannya akhirnya tambah aku kencangin saja
tangisku. Yak entah mengapa, aku masih sangat ingat kejadian itu,
padahal umurku sangat dini sekali.
Ngomong-ngomong soal kakek, aku jadi ingat kisah lucu lagi diwaktu
kecil, saat kakek sedang mempertajam aritnya untuk memisahkan sepet dari
batok kelapa, saat itu kakek berpesan “jangan disentuh ya nanti terkena
tangan sakit” aku mangut-mangut. Lalu kakek pergi meninggalkanku
sebentar, melihat tidak ada orang, tengok kanan tengok kiri… akhirnya
aku penasaran “kakek lihai banget tadi bermain aritnya, aku juga pasti
lihai, lihat saja akan aku tunjukkan kepada kakek bahwa aku juga bisa”
kondisi anak sekecil itu yang bahkan pisau daging dan tanganpun masih
besaran pisaunya, aku lalu diam-diam mengikuti cara kakek dan al hasil
telunjukku terkena sabetannya darah mengalir begitu banyak, kakek datang
lalu aku hanya bisa memandangnya diam, awalnya tak ada rasa tapi
lama-lama sakit juga, akhirnya aku nangis sekencang-kencangnya, melihat
itu kakek langsung merelakan bajunya untuk tangan berlumuran darah itu..
lalu lagi-lagi kakek kena marah nenek habis-hasbisan atas
kecerobohanku, tapi kakek tak pernah marah padaku.. ahhh, nakal banget
sihh aku waktu kecil..
masih ada kisah lucu yang dikenang oleh orang-orang desa hingga saat
ini… ahh kisahnya terlalu lucu untuk diceritakan.. terlalu lucu…
dan kini kudapati tak ada tanah di jalan raya itu.. aspal telah membabat
habis kenangan masa kecilku itu.. aku rindu dengan tanah, jembatan, air
itu… iya sihh.. aspal akan mempermudah jalan dan tidak berbahaya ketika
dilewati. Tapi setidaknya itu juga bisa menjadi tempat bermain yang
sangat mengasikkan daripada dufan atau sederajatnya.. dan kini, hanya
tinggal kenangan…
Desa ayahandaku sayang kau sudah banyak berubah…
No comments:
Post a Comment