Akhirnya bisa mudik, bisa ketemu dan bercengkrama dengan bapak-ibuk lebih dalam lagi, alhamdulillah tidak pusing mikirin hari ini masak apa. Hehe
Sudah setahun lebih, kami menikmati masa-masa manten baru di Batam. (baca berjuang untuk hidup) Jauh sama bapak ibuk, adalah resiko dari sebuah pilihan. Termasuk resign dari kerjaan demi menjaga kewarasan keluarga baru yang umurnya masih sebiji cabe (Ah tapi yang ini dibahas kapan-kapan aja). Mumpung si bayi ada yang ngajak, akhirnya kencan dulu sama abang. Kemana? Ke pasar deket rumah, ada misi belanja buat makan hari ini.
Saat tiba di pasar, pencarian pertama adalah sayur kangkung. Masya Allah, sayur segebok gedhe cuma dihargai 2rbu perak. Belilah kami 2 gebok. Pencarian kedua adalah tempe, besar ada dua balok harga cuma 2rebu 5 ratus.
Dipagi yang cerah itu, hati serasa kesamber petir. Tiap hari kepasar pas di Batam, beli sayur aja di timbang sekalian sama akar-akarnya, dan itu mahal banget. Tempe dapat 1 balok harga 5-6rebu. Ya Rabb.
Apalagi pas dolar naik, suka syedih tidak bisa nitip kawan belanja murah di negeri sebrang.
Sepulang dari pasar saya melakukan kontlempasi. Kata siapa sih kalo mau irit harus makan tahu tempe aja? Teori yang sama sekali tidak berguna di kota perbatasan.
Jadi, kata siapa?
Mari kita syukuri saja apapun yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Ya meskipun masih syok sama perbandingan harga harga itu, tetap harus di gas pol syukurnya.
No comments:
Post a Comment