Beberapa waktu lalu, abang memberi kabar bahwa ada suami teman sekantor yang meninggal.
Masih muda, hasil diagnosa oleh dokter adalah kanker hati, ketahuannya sudah stadium tiga. Punya anak laki laki kecil yang usianya selang beberapa hari diatas Zara. Ngilu hati mendengarnya.
Abang dan kawan-kawan beliau berkesempatan takziyah dan juga mengantar hingga ke pemakaman. Sepulangnya, abang cerita kejadian di kuburan. Sang khotib, yang memimpin jalannya proses pemakaman, memberi tausiyah sebagai dzikrul maut dihadapan banyak orang yang mengantar.
Bahwa satu-satunya harta yang dimiliki oleh sang mayit saat ini adalah anak. Yang kemudian bisa memberikan jubah cahaya kelak kepada sang mayit ini hanyalah anaknya. Maka didiklah anak tersebut agar menjadi seorang hafidz, karna hanya itu satu-satunya harta yang tersisa.
Tertegun, semua hanya diam membisu.
Nasehat yang sungguh banyak dilupakan. Tentu sebagai orang tua kita ingin anak kita meraih sukses dan prestasi dunia sebanyak mungkin, bahkan berbagai pelatihan kita ikuti agar mampu mendidik anak dengan segudang prestasi, uang juga tak sayang kita hamburkan untuk sekolah TERBAIK yang bahkan mungkin disekolah itu penanaman akidah saja tidak terdapat kurikulum jelasnya.
Bagaimana jika, kita yang meninggal, apa yang sebenarnya kita butuhkan?
Robbi habli minash sholihin.
No comments:
Post a Comment