Friday, June 3, 2016

Desa Masa Kecilku.. Ohh Desa Ayahandaku

Desaku yang kucinta…

Kau sudah banyak berubah..

Aku masih ingat, saat kecil kudibesarkan beberapa tahun disana, meski aku tak dilahirkan di desa itu. Di tanah kelahiran ayahandaku tercinta. Desa itupun yang menjadi saksi kemanjaan kakek dan nenek mendapati cucu pertamanya, menjadi saksi pula kegembiraan saudara2 ayah memajakan keponakan pertamanya.
Dan kini kau banyak berubah. Jalan raya depan rumah itu, rumah yang memiliki halaman yang sangat luas, masih berupa tanah yang ketika hujan turun menggenanglah tanah itu.


Cerita kecil yang sangat mengasikkan. Kebiasaan sewaktu hujan turun sangat deras, aku langsung berlari keluar rumah meminta izin ayah untuk bermain hujan-hujanan, setelah itu memanggil seluruh anak-anak desa untuk bermain di jalan raya itu. mengikuti aliran air yang kecoklatan karena bercampur dengan tanah. Setelah itu membangun rumah-rumahan bak pasir di pinggiran pantai. Atau sering melubangi tanah itu sehingga mampu menjadi jembatan. Ketika ada truk lewat dari kejauhan anak yang paling ujung selalu meneriaki “heeeeiiiiiiiii ada trukkk ayo segera minggir” lalu kami serentak meninggalkan bangunan kami untuk minggir sebentar dan menikmati cipratan air dari ban truk tersebut, lalu tertawa bebas. Ibu selalu melarang dan memarahai kalau aku bermain hujan-hujanan takut sakit lah atau apalah maka dari itu aku tak pernah meminta izin padanya kala itu, hanya kepada ayah.. yak,, ayahlah yang selau berteriak mendukung “ sana, sana,, agak jauhan disana mainnya. Disana banyak air dan tanahnya. Pokoknya klo ada kendaraan minggir.” Saat ibu melarang “jangan main kesana, banyak kendaraan,, nanti klo ada truk bahaya.” Ahh anak seusia itu klo dilarang ya malah tambah menjadi-jadi… masih kecil.. masihh kecil sekali…

Jalanan itu juga yang menjadi saksi, saat kakek menggoncengku sepulang TK saat itu (mungkin aku berumur 2 tahunan) karena kondisi jalan yang penuh tanah membuat kakek sulit menjaga keseimbangan sehingga kami terjatuh. Aku masih dapat mengingatnya dengan jelas. Lalu kakek segera membantuku untuk berdiri, aku tak merasa ada yang terluka, Cuma aku dapati kaki kecil mungil yang super gemuk itu masuk kedalam jeruji.. ahh tapi jujur aku tak merasai kesakitan. Sesampainya dirumah kakek bilang bahwa kami habis terjatuh, lalu spontan nenek berteriak2 khawatir dan dengan lembut melepas sepatuku melihat ternyata disana ada darah yang mengucur sambil memarahi habis-habisan kakek. Kakek terlihat merasa sangat bersalah. Melihat nenek yang begitu khawatir lalu tiba-tiba air mataku jatuh tak tertahankan lalu berteriak sekencang-kencangnya. Nenek yang melihatku seperti itu, malah tambah hebat memarahi kakek, sesungguhnya aku ingin bilang “aku nangis bukan karena sakit kok nek, tapi karena lihat nenek yang histeris” tapi karena aku masih sangat kecil, aku bingung menyampaikannya akhirnya tambah aku kencangin saja tangisku. Yak entah mengapa, aku masih sangat ingat kejadian itu, padahal umurku sangat dini sekali.

Ngomong-ngomong soal kakek, aku jadi ingat kisah lucu lagi diwaktu kecil, saat kakek sedang mempertajam aritnya untuk memisahkan sepet dari batok kelapa, saat itu kakek berpesan “jangan disentuh ya nanti terkena tangan sakit” aku mangut-mangut. Lalu kakek pergi meninggalkanku sebentar, melihat tidak ada orang, tengok kanan tengok kiri… akhirnya aku penasaran “kakek lihai banget tadi bermain aritnya, aku juga pasti lihai, lihat saja akan aku tunjukkan kepada kakek bahwa aku juga bisa” kondisi anak sekecil itu yang bahkan pisau daging dan tanganpun masih besaran pisaunya, aku lalu diam-diam mengikuti cara kakek dan al hasil telunjukku terkena sabetannya darah mengalir begitu banyak, kakek datang lalu aku hanya bisa memandangnya diam, awalnya tak ada rasa tapi lama-lama sakit juga, akhirnya aku nangis sekencang-kencangnya, melihat itu kakek langsung merelakan bajunya untuk tangan berlumuran darah itu.. lalu lagi-lagi kakek kena marah nenek habis-hasbisan atas kecerobohanku, tapi kakek tak pernah marah padaku.. ahhh, nakal banget sihh aku waktu kecil..

masih ada kisah lucu yang dikenang oleh orang-orang desa hingga saat ini… ahh kisahnya terlalu lucu untuk diceritakan.. terlalu lucu…

dan kini kudapati tak ada tanah di jalan raya itu.. aspal telah membabat habis kenangan masa kecilku itu.. aku rindu dengan tanah, jembatan, air itu… iya sihh.. aspal akan mempermudah jalan dan tidak berbahaya ketika dilewati. Tapi setidaknya itu juga bisa menjadi tempat bermain yang sangat mengasikkan daripada dufan atau sederajatnya.. dan kini, hanya tinggal kenangan…
Desa ayahandaku sayang kau sudah banyak berubah…

No comments:

Post a Comment