Friday, October 9, 2020

HIKMAH


Selalu ada hikmah.

Kemarin mendapat giliran mengunjungi salah seorang saudari sholihah yang barusaja ditinggal suaminya *meninggal.

Saat disana, kami mempersaksikan kebaikan-kebaikan almarhum, betapa lelaki itu sangat cinta terhadap anak yatim, sangat ringan tangan membantu para janda kesusahan.  Hingga saat beliau wafat beberapa hari yang lalu, banyak sekali yang melayat dan men-sholati. Beberapa janda asuhan beliau pingsan, beberapa lainnya menangis dan berkata
"Siapa yang akan mengurus kami lagi"

Di rumah beliau kami disuguhkan dengan banyak sekali anak hingga 30 jumlahnya, anak kandung juga anak angkat. Sang istri masih berduka atas kepergian suaminya yang terlampau dini rasanya. Apalagi saat anak-anak merajuk ingin bertemu abinya. Pecahlah tangisnya.

Jangan dibayangkan rumah mewah, megah kaya raya. Hanyalah rumah sederhana, sangat sederhana dipinggir laut. Namun semangat menopang hidup banyak orang begitu luar biasa. Rumahnya para penghafal qur'an dari mulai anak-anak hingga mereka mandiri dengan pernikahan. Masya Allah, barokallah. 

"Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya (HR. Bukhari: 4998, 5659). 

Allah selalu suka dengan orang yang baik, dijagaNya usianya agar Allah tetapkan pahala untuknya dan jauhkan maksiat padanya.

Ini adalah oleh-oleh dari pinggir rumah beliau. Saat kabut hilang, negri singa putih jelas sekali terlihat.

Senja.
Selalu menyuguhkan aroma yang khas.
Bahwa dua malaikat sedang sibuk-sibuknya.
Menutup amalan siang.
Membuka lembar malam.

Semoga Allah lindungi kita.

PEREMPUAN SORE


Masih terekam jelas jejak senyummu di benak
Masih terasa jelas semangatmu saat pertama berjumpa
Masih terkenang semua kebaikan nyata yang kau buat

Senja masih terlalu jauh bagimu
Namun, ujung itu ternyata adalah sore

Begitulah, karena akhir tak pernah mau sekedar permisi

Semua hanya soal waktu
Menanti giliran

Semoga kita
Kelak berakhir dengan beribu kebaikan

Thursday, October 8, 2020

NAMAMU


Aku jatuh cinta
Pada sandiwara langit
Bebintang yg berkedip
Latar yg membiru dan kadang memetang
Matahari dan bulan yang bekejaran
Kilatan petir
Gumpalan hujan serta biasan pelangi

Kepada Penulis naskah terbaik
Yang telah menulis namamu
Dalam deretan tokoh utama

Genre Romantis

JARAK


Haruskah semua jalan menjadi jarak
Haruskah semua jarak mencipta rindu
Dan haruskah semua rindu membuat lumpuh

Aku hanya ingin berdiri semenit di depanmu
Beradu tatap tanpa sekat denganmu
Menghirup udara di tempat yang sama denganmu

Lalu, dengan sedikit senyum bertanya padamu,
Kapan pulang?

Sudah itu saja
Lalu aku terbangun dari mimpiku

Genre : romantis

ELENA


Elena.

Bukan sekedar judul buku biasa.

Beli buku ini hanya untuk baca beberapa halaman terakhirnya saja, Karna selebihnya sudah ada di facebook, tapi saya hanya ingin tau, bagaimana penulis mengeplot ceritanya akhirnya.

Tidak menyimpang sama sekali dari agama, penulis menulis alurnya tepat sesuai bagaimana agama mengajarkan. Bukan sekedar untuk fantasi pembaca, bukan sekedar menuruti emosi pembaca. Ya, Agama. 

"Percayalah, Allah tidak memiliki sifat dzalim, tidak mungkin Allah mensyariatkan sesuatu yang menjadi petaka bagi hambaNya, kecuali tersebab ulah mereka sendiri" Nasehat Abah kepada Ibnu.

Dibalik nasehat ini ada banyak kisah pilu yg dihadapi, ada banyak untaian rasa sesak yang harus dilalui. Namun lagi-lagi, percaya saja padaNya.

Cinta masa lalu dan janji cerita bahagia, atau mempertahankan yang dia miliki dan menyandarkan semua pada do'a tak bertepi.
Elena harus memilih.

Tokoh yang sangat berperan disini adalah Abah dan Ummi Izza. Bisa dikatakan hampir semua keputusan setiap pemain ada Abah dibaliknya, Abah melantunkan nasehat pamungkas dengan bahasa yang sangat santun.

Sayang di akhir buku tidak tercantum nomor kontak abah, kalau ada langsung saya telpon hanya untuk bilang, 'Abah, tolong beri saya nasehat.' 

Recomended banget.

Terimakasih mbak Ellya Ningsih atas banyak inspirasinya.

NOTHING TO LOSE


Kemarin adalah kali pertama kami (saya, suami dan si bayik) melakukan perjalan nyebrang pulau bersama. Dalam rangka apaah? Tes CPNS. Jangan ditanya daftar kemana ya? Tujuan utama saya adalah biar ada alasan ikut suami naik kapal. Jadi memang tidak ada persiapan apapun, dari jilbab sampai sepatu aja dipinjemin. Minjemnyapun juga h-1.
Jadi memang suami disuruh tes cpns dari tempat bekerja, sampai disupport diberi uang saku segala. "Disuruh ikut ya ikut aja" katanya.

Alhamdulillah jadwal kami berbeda, saya sesi 2 suami sesi 3. Jadi si bayik aman. Cuman karena baru pertama keluar kota, jadi bawaannya agak rempong, belum pengalaman, kayak orang mudik. 
Sebelumnya suami menawarkan untuk menginap di hotel dekat lokasi tes, saya bilang berangkat hari H saja, jika tidak nutut waktunya ndak papa, ndak ikut ujian, wong memang tidak ada ekspektasi lebih. Kapal berlayar jam 8, ternyata sampai lokasi tes masih 45 menit dan itu uantri panjang. Saya bahkan sempat beli sarapan, sampai orang-orang pada heran bukannya ikut antri malah beli sarapan, maklum busui kan cepet lapernya daripada pingsan.. Hehe.

Setelahnya mengerjakan tes, karena saya tidak berekspektasi lebih, soal yang katanya 'panjang2' alhamdulillah bagi saya pendek, karena cuma saya baca kalimat pertama dan kalimat pertanyaannya. Jadi skip ditengah2. 😂 Kalau dibaca semua pasti pusingnya. Klik tombol selesai dan karena point satu point dua bisa lebih ambang nilai, saya lupa nilai ambang ketiga berapa, jadi saya pikir saja saya lolos, karena tidak ada tulisan lolos apa tidak. Setelah ngobrol dengan peserta yang lain, saya baru sadar klo yg ketiga 'nyaris' lolos. Hahaha lalu ketawa-tawa sendiri. Alhamdulillah 'nyaris' coba klo lolos, belum siap mental ninggal bayik.😂

Pun juga suami, saya memantau nilai suami dari ruang penilaian, setelah tiga kali lewat namanya, tidak bergerak nilainya. Akhirnya saya bosen trus saya tunggu di musholla. Seselesainya ujian, suami cepat-cepat menghampiri saya dan berkata "Dek mas tadi tidur" haha.
Panteesan nilainya ga gerak sama sekali.

Alhamdulillah kami pulang dengan penuh cinta meskipun kami tidak lolos. Saya jadi merenung, alangkah bahagianya jika ketika menyikapi ujianNya begini juga rasanya. Tidak ada beban, hanya jalani saja. Besar ataupun kecil ujianNya tidak mempengaruhi kebahagiaan kita dalam beribadah kepadaNya. Nothing to lose. 

Ya Rabbi, berilah kami rezeki yang baik di tempat yang baik dengan cara yang baik. Aamiin

KATA SIAPA?



Akhirnya bisa mudik, bisa ketemu dan bercengkrama dengan bapak-ibuk lebih dalam lagi, alhamdulillah tidak pusing mikirin hari ini masak apa. Hehe

Sudah setahun lebih, kami menikmati masa-masa manten baru di Batam. (baca berjuang untuk hidup) Jauh sama bapak ibuk, adalah resiko dari sebuah pilihan. Termasuk resign dari kerjaan demi menjaga kewarasan keluarga baru yang umurnya masih sebiji cabe (Ah tapi yang ini dibahas kapan-kapan aja). Mumpung si bayi ada yang ngajak, akhirnya kencan dulu sama abang. Kemana? Ke pasar deket rumah, ada misi belanja buat makan hari ini.

Saat tiba di pasar, pencarian pertama adalah sayur kangkung. Masya Allah, sayur segebok gedhe cuma dihargai 2rbu perak. Belilah kami 2 gebok. Pencarian kedua adalah tempe, besar ada dua balok harga cuma 2rebu 5 ratus. 
Dipagi yang cerah itu, hati serasa kesamber petir. Tiap hari kepasar pas di Batam, beli sayur aja di timbang sekalian sama akar-akarnya, dan itu mahal banget. Tempe dapat 1 balok harga 5-6rebu. Ya Rabb.
Apalagi pas dolar naik, suka syedih tidak bisa nitip kawan belanja murah di negeri sebrang.

Sepulang dari pasar saya melakukan kontlempasi. Kata siapa sih kalo mau irit harus makan tahu tempe aja? Teori yang sama sekali tidak berguna di kota perbatasan.

Jadi, kata siapa?

Mari kita syukuri saja apapun yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Ya meskipun masih syok sama perbandingan harga harga itu, tetap harus di gas pol syukurnya.

KUNCUP


When i see your smile 🌻

Ngelihat kuncup-kuncup yang lagi mau ngembang, seneng banget. Jadi ingat juga sama gadhis abegeh yang lagi kuncup-kuncupnya. Indahnya, lugunya, sabar atas kejombloannya mirip mirip lah ya, wajar aja bunga selalu dikiaskan sebagai seorang wanita.

Ujian wanita itu berat banget, gimana enggak? Disaat hormon remajanya keluar semua, mereka harus mau bertahan dengan teguh kalau kumbang mendekat. Tidak hanya kumbang sih, ada belalang, ulat, lalat ya sebangsanya lah.

Jadi ingat beberapa waktu lalu, saat pekan pertama ramadha. Atas kehendak Allah, ada seorang ibu muda yang menghampiri saya. Saat saya berada di dalam masjid sedang main dengan si kecil. Selepas dhuha, ibu itu menepuk pundak saya dan bertanya, saya sedang melaksanakan sholat apa?

Ibu muda, dengan pakaian gamis katun polos dan lilitan jilbab cantiknya, pandangnya seolah-olah sedang ada masalah.

"Dhuha bu" Jawabku.

Tak berhenti disitu, diapun juga bertanya tentang tatacara dan bacaannya.

Selepas percapakan tadi, sang ibu melanjutkan ingin mecari solusi atas apa yang sedang dia hadapi. 
"Anak saya tiga mbak, yang paling kecil masih bayi usia 4 bulan. Saya tinggal semua di rumah. Saya sedang bingung mba, saya sedang ada masalah dengan suami saya. Suami saya suka bohong mbak, terutama masalah harta. Jika saya dihianati dengan selingkuh, saya lebih rela mbak. Karena saya pun berawal dari gadhis nakal yang saya juga tidak yakin bapak kandung dari anak pertama saya itu laki-laki yang mana. Suami saya pun juga tau realita itu dan tetap mau menerima saya.' 

Sampai disini, badan saya gemetar. Realita yang selama ini hanya terlihat di sinetron dan berita, ini jelas-jelas Allah datangkan tepat dihadapan saya yang sedang momong anak.

Ya intinya si ibu itu merasa suaminya kurang bertanggung jawab atas perekonomian keluarga.

Percayalah, menikah itu beda dengan pacaran ece-ece, jika saat pacaran sudah bisa merasa bahwa do'i adalah orang paling perfect, paling setia paling pengertian, halah mbelgedes. "Tapi aku beneran jadi baik setelah pacaran sama dia mbak"

Adik adikku, menjadi baik itu niatnya murni karna Allah, baik rame rame ataupun sendiri.

Jikapun do'i menjadi sebab kita untuk jadi lebih baik, segera luruskan niatnya. Semua niat harus tertuju karena Allah. Jangan khawatir. Jika eang Sujiwo Tejo pernah berkata, "Menghina Tuhan itu mudah, khawatir besok makan apa contohnya". Nah sama, khawatir besok dapat jodoh apa enggak, juga merupakan salah satu bentuk meragukan kekuasaan Allah. Apalagi dengan kita berfikir "Kalau aku g terus sama dia, nanti aku sama siapa? Apa ya mungkin ada orang yang mencintaiku seperti dia" kalau dalam bahasa jawa itu namanya "ndisiki kerso" mendahului takdir.

Kisah ibu diatas, sudah sangat cukup menjadi pelajaran bagi kita semua. Bagaimana kejamnya hidup remaja. Betapa lingkungan harus terus kita upayakan berkumpul dengan yang baik-baik. Bukan untuk merasa sok suci, namun untuk membentengi diri kita sendiri.
Cukuplah diambil hikmahnya, semoga tidak sampai ujian sepertu ibu itu sampai kepada kita. Aamiin.

Indonesia tanpa pacaran.

Friday, October 2, 2020

YANG TERSISA

Beberapa waktu lalu, abang memberi kabar bahwa ada suami teman sekantor yang meninggal.

Masih muda, hasil diagnosa oleh dokter adalah kanker hati, ketahuannya sudah stadium tiga. Punya anak laki laki kecil yang usianya selang beberapa hari diatas Zara. Ngilu hati mendengarnya.

Abang dan kawan-kawan beliau berkesempatan takziyah dan juga mengantar hingga ke pemakaman. Sepulangnya, abang cerita kejadian di kuburan. Sang khotib, yang memimpin jalannya proses pemakaman, memberi tausiyah sebagai dzikrul maut dihadapan banyak orang yang mengantar.

Bahwa satu-satunya harta yang dimiliki oleh sang mayit saat ini adalah anak. Yang kemudian bisa memberikan jubah cahaya kelak kepada sang mayit ini hanyalah anaknya. Maka didiklah anak tersebut agar menjadi seorang hafidz, karna hanya itu satu-satunya harta yang tersisa.

Tertegun, semua hanya diam membisu. 
Nasehat yang sungguh banyak dilupakan. Tentu sebagai orang tua kita ingin anak kita meraih sukses dan prestasi dunia sebanyak mungkin, bahkan berbagai pelatihan kita ikuti agar mampu mendidik anak dengan segudang prestasi, uang juga tak sayang kita hamburkan untuk sekolah TERBAIK yang bahkan mungkin disekolah itu penanaman akidah saja tidak terdapat kurikulum jelasnya.

Bagaimana jika, kita yang meninggal, apa yang sebenarnya kita butuhkan?

Robbi habli minash sholihin.

Wednesday, September 30, 2020

MOMENT

Ada tiga moment yang saya ingat tentang abang saat sma dulu : 
1. Saat di aula smada (mos) dan saya mbatin tentang doi. (yg saya ceritakan di beberapa waktu lalu)
2. ‎Saat do'i memimpin ice breaking (muter tangan dengan arah berlawanan) di lapangan smada. (latihan paski)
3. ‎Saat 16 Agustus 2006 di aula smada, beliau berdiri tepat di depan saya, membawa bendera untuk saya cium benderanya. (malam pengukuhan paski) Saat itu beneran dag dig dug. Halah lebay. Ya cuma dredeg aja, rakyat jelata mah bisa apa. 😂

Selain tiga momen diatas, saya seolah dibuat lupa oleh Allah tentang siapa do'i dan apapun tentang do'i.
Kuliah. Saya bahkan tidak terlintas sama sekali tentang beliau.
Nah momen kerja nih baru dibuat ingat dikit-dikit. Ingat untuk berdoa juga. Ye kan? Iyalah, rakyat jelata mah punya apa selain Allah dan do'a. (sekali lagi biar mantep). Mau tepe-tepe di depan do'i, bukan gue banget, lagian beda benua dengan do'i. Mau sekedar pura-pura salah kirim pesan, Aaah nomor kontak juga ndak punya. 😜

Nah buat temen-temen single lillah, jangan sepelekan do'a ya. Do'a bisa membuat Ali yang awalnya ciut nyali untuk datang kepada baginda rasulullah melamar Fatimah. Do'a juga yang bisa membuat abang tiba-tiba datang ke bapak saya untuk mengakad saya. (syaaah) Dan do'a juga yang bisa membuat jodohmu mengetuk pintu rumahmu tanpa harus kehilangan harga dirimu.

Semangat. 
Menunggulah dengan cara yang mempesona. 😉

MIRIP

Dan siapakah yang lebih beruntung?
Dari dua insan yang saling menyukai dalam diam.
Kemudian Allah menjodohkan mereka di dunia hingga ke syurgaNya.

😊


Saya masih ingat betul, saat diruang persalinan, dari bukaan delapan menuju ke sepuluh. Saya sedikit meracau tak karuan. Bukan karena sakit bukaan, tapi rasa ambeyen yang sudah maksimal tertekannya. Jadi sedikit panik.

Suster duduk di meja samping kasur saya, santai sambil menemani dan memberi arahan nafas.
Lalu tetiba sang suster bilang "Bapak dan ibu ini memang berjodoh ya!"
Sesaat ambyar, batinku "Ini suster sempet-sempetnya bilang gitu. Orang sudah mau ngalihirin anaknya abang."
Seolah faham wajah kami yang bertanya-tanya, suster yang sudah paruh baya itu melanjutkan kalimatnya.
"Iya, soalnya matanya mirip banget, benar-benar jodoh."

Entah seolah dorongan kebahagiaan datang, menghapus rasa sakit secara sekejap. Tersanjung dan berbunga-bunga.

"Ah suster!" Senyumku tersimpul.

Saat pertama kali melihat abang, waktu masih pakai seragam abu-abu putih dan saya pakai biru putih, saya juga menyangka apakah abang jodoh saya. Karena wajahnya sangat mirip dengan wajah kakak sepupu saya. Hanya saja mungkin saat itu malaikat lewat lalu mengaminkan batin saya. Cuman dulu iseng ngebatin aja, ee sekarang tau-tau abang udah di samping saya ajah. Alhamdulillah ya Allah.

Nah, buat temen-temen singlelillah, ngebatin yg baik-baik ya, sapa tahu kejadian juga. 

Lalu benarkah mata kita mirip?

Sunday, September 27, 2020

AWAS BAPER

Beberapa waktu lalu, ada seorang gadis yang bercerita kepada saya lewat sebuah pesan singkat. Intinya dia sedang marah dengan seorang lelaki, yang sepertinya si gadis mengartikan perhatian lelaki tersebut sebagai sinyal cinta dan harapan, dan ternyata sang lelaki akhirnya menikah dengan orang lain. Bukan dia yang selama ini di dekatnya, melainkan dengan orang lain yang bahkan tak pernah membersamai lelaki itu sama sekali.

Teruntuk sang lelaki, mungkin maksudnya baik, akan tetapi ada perasaan yang mudah tersentuh disana, tolong jaga dengan jarak. Wanita sangat gampang jatuh di dalam relation yang intens, apalagi bila ditambah dengan bulir-bulir 'perhatian'. 

Teruntuk sang gadis, tidak peduli alasan apapun, percaya saja cuma dengan lelaki yang mantap melisankan akad nikah buatmu, kamu boleh jatuh cinta. Tidak ada alasan untuk jatuh cinta kepada gombal-gombal mukiyo yang bahkan meminangmu saja enggan. Ya cuma saran aja nih, dari pada kejebak rasa, akhirnya galau sendiri saat si do'i melayangkan undangan nikah.

Ada orang yang komentar, "lha kamu g ngarasin gimana rasanya? makanya kamu seenaknya bilang gitu." Well, saya cuma ngasih tau saja, nggak perlu ngrasain rokok dulu kan untuk membuktikan kalo itu bahaya?

Kita juga boleh lho berdo'a, memohon kepada Allah, agar si do'i jadi jodoh kita. Tapi ingat, tetep kudu ikhlas, misal ternyata Allah kasihnya yang lebih baik dari si do'i. Jangan sampai sambil memohon pada Allah, kita tetap membuka celah untuk deket-deket sama si do'i yang ujungnya pemaksaan kepada Allah, 'aku maunya dia ya Allah, pokoknya harus dia'

Nah ada tips agar kita tak mudah Ge ER :
1. Yakin, jodoh yang baik, dijemput dengan cara yang baik.
2. Misal ada yang perhatian sama kita, yakin dia pasti juga bisa melakukan hal itu ke banyak orang.
3. Jangan terlalu cair dan memberi ruang terlalu berlebih, sekalipun dia sahabat kita, tetap jaga jarak, kasihani jodoh kita ntar, kalo kita deket-deket sama dia.
4. Ya nerimo ing pandum, (menerima segala pemberianNya) semoga kita dijauhkan dari hal-hal yang membuat hati kita patah, atau sakit. Aaamiiiin.

#savejomblo
#writingissharing
#writingishealing
#MenulisKebaikan
#KOLMenulis30
#Day3

SEBUAH PESAN

'seng sabar ngopeni anak bojo' (Yang sabar merawat anak dan suami) Pesan mertua yang selalu diucapkan saat kami hendak berpisah.

Bagi saya maknanya sangat dalam, bukan berarti suami dan anak sebagai sumber masalah sehingga istri harus bersabar, sama sekali bukan.

Kalimat itu bagi saya, seolah membuat saya harus berdamai dengan diri saya sendiri. Diri yang memiliki sumber banyak masalah karena ego yang super tinggi. Ekspektasi yang terlampau menjulang ke langit, seolah runtuh dengan nasehat dari seorang ibu.

Iya, jika orang tua sudah mendoakan, dan kita berada di jalan yang Allah dan suami ridho, lantas mau keinginan macam apa lagi?

Ada banyak sahabat yang bercerita, bahwa mereka iri dengan prestasi dan kehidupan mapan dari pasangan teman-temannya. Mereka hanya menerka-nerka kemapanan hidup dari gambaran 'postingan' sosmed lalu mereka seolah menyalahkan keadaan, terutama suami yang belum bisa memberikan seperti yang kawan-kawan mereka terima.

Sayangnya, bukan keglamoran hidup yang dicari dalam pernikahan. Tapi 'sakinah' ketenangan.
Kadang kita sebagai istri lupa, rizki itu atas design Allah. Kadang kita terlalu egois merancang masa depan, dengan mengandalkan kata 'jika' dan 'seumpama'. Kita lupa tujuan kita berumah tangga bukanlah 'Rumah' yang memiliki 'Tangga' secara dzahir, namun 'rumah' yang berarti bahwa tempat kita menggali lebih banyak amal daripada saat dulu masih sendiri, dan 'tangga' yang berarti setapak demi setapak menuju JannahNya. Kebahagiaan hidup juga bukan dinilai dari seberapa banyak medali emas bertengger di akun sosmed kita, tapi bukankah kebahagiaan itu terletak di hati, yang kadang tak perlulah orang tau kalau kita sangat bahagia, karena siapa tau yang melihat lebih perlu empati.

Bukankah sudah sering kita dengar.

Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa (di bulan Ramadhan), serta menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka." HR. Ahmad

Apalah diri ini yang menulis hanya untuk diri sendiri. Yang masih awam dalam bab rumah tangga. Masih belum seberapa dari para kawan yang kisahnya super heroik.

#writingissharing
#writingishealing
#MenulisKebaikan
#KOLMenulis30
#Day2