Sunday, April 10, 2016

Bukan makhluk yang suci, namun bukan berarti selalu berdebu

Kisah ini adalah fiksi belaka. Beberapa waktu lalu penulis menemui banyak sekali sahabat yang membuat penulis berimaginasi dan tak sabar menuangkannya dalam untaikan kata renyah yang semoga menjadi pelajaran bagi siapapun yang membacanya.
***
            Cinta namanya. Aisyah Cinta A’yuni. Seorang akhwat yang luar biasa lincah. Akhwat yang pemberani dan cerdas dalam setiap gagasannya. Kemampuannya berdiplomasi tak diragukan lagi, bakatnya yang mampu membaur dengan semua kalangan teman-temannya membuat ia dipercaya untuk menjabat dalam lembaga himpunan di fakultasnya.


            Disana ia bertemu banyak sekali macam karakter teman-temannya. Ada yang sok alim, sok lugu, sok kocak, sok cool, sok preman, dan masih banyak lagi sok sok an lainnya. Namun tak menjadi masalah baginya. Baginya justru ladang seperti inilah yang membutuhkan tangan-tangan luar biasa untuk menggarap. Mewarnainya dengan warna Illahi.

            Kehadiran Cinta di sini memberikan pesona tersendiri oleh pemuda cemerlang nan cerdas. Pemuda yang berlagak sok sok an. Sok alim dan sok preman.

            Rangga namanya. Ahmad Rangga Ramdhani. Orator ulung. Ia dilahirkan dengan kecerdasan super namun jauh dari kasih sayang orang tua. Meski namanya begitu islami namun sikapnya sangat jauh dari islam. Namun hal itu berubah saat Allah pertemukan ia dengan Cinta. Tak jarang Cinta mengajak Rangga untuk diskusi dan diluar dugaan mereka berdua sangat “Nyambung”. Kebetulah, Rangga dan Cinta berada dalam satu divisi yakni divisi pengembangan dan keilmuan di himpunanya.

            Kebersamaan yang terus berlanjut membuat Rangga sangat terpesona oleh kecerdasan dan kelincahan Cinta.yang mampu memadukan segalanya dengan spiritual yang renyah didengar. Sehingga kata Islam tak begitu menyeramkan baginya.  Hingga tibalah Rangga berucap.
            “Eh, Cinta… Boleh aku minta tolong?” ucapnya
            “Apa, Ngga?”
            “Aku mau dung, ikutan kayak kamu?”
            “ikutan apa Ngga? Ke mall?”
            “Ampun deh Cint, bukan ke Mall. Itu tuh, kamukan aktif di masjid jugakan, aku mau dong ikutan temen-temen yang biasanya melingkar-lingkar itu. Kayaknya asyik gitu diskusinya?”
            “Ooo yang itu. Bisa-bisa. Ntar siang deh kamu ke masjid biar aku kenalin ama om om.. eh salah temen-temen masjid maksudnya”
            “Oke Cint. Makasih ya… aku kepengen kayak kamu, aku suka dengan gayamu menyampaikan pendapat Cint. Satu lagi, aku mau Tanya.” Ucap Rangga malu-malu..
            “Iya Ngga, apa?”
            “emmm. Ndak jadi deh.. lain kali saja.” Ungkap rangga dengan raut wajah yang sepertinya menyembunyikan sesuatu.
            “Ahh.. terserah elo deh Ngga!”

***
            Satu bulan pasca Rangga ikut kajian Rutin di Masjid kampusnya. Rangga begitu berubah (meski sikap kocaknya nggak bakal ilang dari pribadinya). Dia sudah mulai mengerti dan menyelami dunia Cinta berkecimpung. Didunia dengan nuansa spiritual tinggi. Dan dari sinilah Rangga tak bisa membendung rasa itu untuk muncul. Rasa suka. Suka dengan pesona Cinta. Bagi Rangga Cinta adalah akhwat sempuna . (Maklum habis ikutan ngaji, udah dikit-dikit ngerti bahasa ikhwan akhwat).

            “Cantik, sholehah, kaya, dan luarbiasa, semua ada di dia. Ohh Allah, aku tak boleh menyia-nyiakan dia” begitu gumamnya dalam hati. (maklum ia baru mencoba kenal Islam, jadi nuansa-nuansa jahiliyah masih ada dalam cara berfikirnya)

            Rangga sangat menikmati kebersamaannya dengan Cinta. Cintapun tanpa sadar begitu luar bisa memegang amanahnya di himpunan bersama dengan Rangga. (note : sebenarnya masih banyak orang dalam himpunan namun karena biar terlihat “wah” penulis hanya menuliskan dua nama ini).

            “Clara… aku sungguh sangat menyukai caranya.” Ungkap Rangga kepada Clara, (sahabat karib Rangga dan Cinta)

            “Cinta to Ngga?”

            “Bagiku, Ia akhwat yang luar biasa. Pasti ia mau menerima aku apa adanya! Aku begitu merasakan Allah itu dekat saat aku bersamanya. Ohh Clara, apa yang harus aku lakukan!”

            “Kamu ini, ya sudah segera nikahi sana aja. Keburu diambil cowok lain lho!”

            “Eits… tak akan ku biarkan bungaku terpetik oleh kumbang manapun!”

            “Kau itu sudah gila Ngga! Hati-hati lho.. kamukan dah belajar ngaji, dah tahukan hukumnya mbayangin yang macem-macem”

            “Ahh.. kau tak tahu rasanya sih Clara.. oiya, aku ingin tau, apakah ia juga suka padaku. Bisa minta tolong kamu ya?”

            “Apa? Kamu bener-bener Gila! Cinta kan gadis alimnya luar biasa. Ogah ah nurutin nafsu kamu!”

            “Ayolah Clara. Ayolah. Ayolah. Kau sahabatku kan. Aku hanya ingin tahu.”

            “Jika kamu sudah tahu, kamu mau ngapain?”

            “Setidaknya hatiku sudah tenang untuk nanti melamarnya. Ayolah, demi persahabatan kita.”

            “Dasar. Awas kalo elo hanya nafsu untuk mainin Cinta!”


            “Gak kok, aku janji.” Ucap Rangga begitu girang..

***

            Pagi itu, suasanya sejuk. Cinta dan Clara menjelajahi taman perpustakaan yang masih sepi. Setiap pagi Cinta dan Clara selalu menyisikan waktu untuk olah raga bersama. Meski tak satu kosan namun hubungan mereka sangat dekat sekali karena Cinta dan Clara benar-benar gila berwirausaha dan mereka mendirikan wirausaha bersama.

            “Cint, bagaimana penjualan Madu dan sari cengkeh kita kemarin di daerahmu?”
            “Alhamdulillah Clar, kebetulan juga nama papa sangat menjual disana sehingga mudah bagiku untuk menawarkan barang-barang yang aku bawa disana. Gimana juga tentang kue mini yang kemarin baru kita bikin?”
            “hmm.. memang papamu sepertinya sangat berkuasa dimana-mana Cint, saat mereka tahu kalau usaha ini aku kembangin bersama anak bapak Andi Raharjo. Mereka langsung berebut untuk membelinya. Bahkan kelas ataspun menawarkan kartu namanya untuk bantuin usaha kita. Papamu bener-bener hebat!”
            “Alhamdulillah, Allah yang berkehendak Clar.” Tenang Cinta..
            “Cint, boleh aku Tanya sesuatu?”
            “apa Clar?”
            “Serius.”
            “Hmmm”
            “Bagaimana pendapatmu tentang Rangga.”
            “Kok kamu Tanya gitu, kamukan tahu sendiri kitakan sudah sahabat bersama jadi tak perlulah kamu Tanya-tanya aku tentang dia.”
            “Dia, akhir-akhir ini begitu aktif pergi ke masjid. Sangat berbeda dengan awal kita bertemu dulu.” Pancing Clara..
            “Aku senang Clar. Sejak awal aku bertemu dengannya aku merasa suatu kecocokan dalam berkomunikasi. Meski kadang dan sering menjengkelkan namun ide-de cemerlangnya benar-benar membuat aku tak mau kalah menyumbang ide lain. Dan aku sangat sangat berharap dan berandai-andai jikalau talentanya itu menjadi penguat agama dan dakwah  Clar. Semoga..”
            “Kamu suka sama dia?” ucap Clara
            Cinta hanya memandang Clara dengan wajah terkejut.
            “Bagaimana jika dia suka denganmu?” lanjut Clara
            “Ahh.. kau bercanda. Itu tak mungkin. Kita adalah teman diskusi.”
            “Tapi jika benar-benar menyukaimu dan mau melamarmu. Bagaimana pendapatmu.”
            Cinta tak menjawab ia hanya diam. Sesaat ia memeriksa kedalam lubuk hatinya.. lubuk hati yang paling dalam. “Rangga” sebuah nama yang tak asing di hatinya. Hanya di hatinya. Namun anggannya tak sampai untuk mewujudkan rasa dalam hatinya. Dan kini seorang sahabatnya bertanya kepadanya.
***
            Cinta menghiraukan pertanyaan Clara, ia terus bersama dengan Rangga dengan buaian diskusi-diskusi yang terus memacing rasa dalam hati mereka meruah indah. Lama… Cinta perhatikan Rangga, meski ia berusaha menghiraukan pertanyaan Clara namun tetap ia tak bisa mendustai rasa ingin tahunya. Rangga begitu …..

            “Cint, sore ini aku mau ada ngaji nih.” Ungkap Rangga “sok” kepada Cinta
            “Ya sudah, kamu yang semangat saja ya ngajinya. Syukur-syukur bantuin aku untuk ngajak temen-temen ngaji.”
            “Gara-gara kamu Cint, aku jadi kenal Allah. Aku boleh kan Cint, jadi pengagum rahasiamu.” Canda Rangga yang sebenarnya ingin sesegera mungkin mengungkapkan rasa dalam hatinya.
            “Hmmm.. apa-apaan ini. Kamu fokus dulu sana gih,  ngajinya.”
            “Kalau nanti aku udah jadi ikhwan yang kayak dimasjid itu. Aku boleh nglamar kamu kan Cint?”
            “kamu ini apa-apaan sih?”
            “Aku serius cint kali ini.” Tatap serius kepada Cinta.
            “terserah kamu. Yang penting ngaji dulu sana.” Ungkap cinta
            “Oke cint, aku akan jadi Ikhwan keren yang nantinya akan menjemputmu cint. Bye cint.” Ucap rangga sambil berlari-larian menjauh.
            ***

            Syetan begitu pandai menggoda. Ternyata melihat keseriusan Rangga, seolah menjadi pupuk rasa dalam hati Cinta. Namun cinta tetaplah manusia.  Makhluk sempurna namun bukan berarti tanpa cela. Disinilah titik lemahnya, ia tak mau menghentikan rasa itu, justru interaksinya dengan rangga terus berkelanjutan hingga tibalah ia harus berpisah dengan Rangga. Rangga dianugerahi otak yang cerdas dan cemerlang. Rangga mendapat tawaran beasiswa s2 di Inggris. Hingga diberanikan diri Rangga untuk berucap

            “Cinta. Maukah kau menungguku, menungguku pulang dari Inggris. Aku dapat beasiswa s2 disana. Dan aku mohon beri aku waktu 1 Tahun. Aku akan selesaikan studiku dalam waktu 1 Tahun. Dan setelahnya aku akan menjemputmu dalam bingkai yang suci?” pesannya pada Cinta melalui pesan singkat.

            “Iya. Saya bersedia.” Jawab singkat Cinta.

            Inilah lemahnya. Cinta-tetaplah manusia yang tak bisa membendung rasa sukanya kepada Rangga. Rangga berjanji tidak akan menodai Cinta sedektikpun dan bahkan tidak akan berkomukasi berlebih kepada Cinta. Rangga berjanji akan benar-benar menjaga rasa mereka agar diridhoi oleh Allah. Namun inilah tarbiyahnya. Dari sinilah tarbiyah itu bermula.
***

            Malam pertama semenjak Cinta menjawab pertanyaan itu Cinta seperti diserang penyakit demam dan insomnia. Hatinya gundah..
            Malam kedua, kedua kantung matanya mulai menggelap pertanda bahwa ia benar-benar gusar dan tak bisa tidur. Hatinya berdetak lebih cepat dari bisanya…
            Malam ketiga, ia benar-benar seperti kesetanan. Entah rasa takut itu muncul darimana. Semenjak pertanyaan rangga itu, Rangga tak pernah menghubungi Cinta lagi. Namun entalah rasa itu muncul dari mana.

            Pagi harinya, ia harus menghadiri pertemuan pekanannya. Dengan tilawah yang syahdu dan bertemu dengan saudara-saudaranya untuk memperkuat iman dan ilmunya, jantungya berdetak lebih cepat-cepat dan cepat. Setelah pertemuan itu ditutup ia bersegera untuk pulang dan cepat-cepat meraih handphonenya. Dengan secepat kilat ia menulis sebuah pesan singkat

            “Rangga, maafkan aku. Aku salah. Aku yang menyebabkan rasa yang bersemayam dalam hatimu menjadi subur. Maafkan aku, aku salah. Maafkan aku. Dan untuk pertanyaan mu yang terakhir mohon maaf aku tak bisa menunggumu. Aku tahu ini salah. Sekali lagi aku minta maaf” Klik send to Rangga.

            Cinta menghela nafas panjang. Pertanda lega. Ia memejamkan matanya erat erat. Rasa takut yang luar biasa benar-benar telah sirna. Setelah beberapa saat ada balasan dari Rangga. Cinta sudah siap menerima konsukuensi dari Rangga entah itu dibenci atau apalah wujudnya.

            “Iya Cinta. Tidak apa-apa.”

            Namun tak berhenti sampai disitu. Clara tiba-tiba menemui Cinta.

            “Cinta!! Kamu itu apa-apaan sih? Kamu itu kejam!”
            “Aku tahu, aku salah Clara!” ucap Cinta
            “Kamu itu!!! Ibarat telah mengahancurkan harapan dari Rangga! Ia hanya memintamu untuk menunggu selama 1 Tahun. Dan aku yakin dia tidak akan membuatmu terjerat dalam lubang zina yang dimurkai oleh Allah. Dimana persaanmu, jika kamu hanya berniat untuk mempermainkan hati Rangga tidak seperti ini caranya. Entahlah, ternyata dibalik jilbabmu yang lebar, kau benar-benar makhluk paling kejam!”
            “Aku tahu, aku salah Clara!” ucap Cinta lagi dengan tundukan sedih.

            Clara tak mau mendengar, setelah ia memaki dan memarahi Cinta ia bergegas pergi. Hatinya masih dongol dengan Cinta.

            “Aku tidak kuat Clara, aku tidak kuat, andai kau merasakan apa yang aku rasakan. Aku benar-benar  tidak kuat Clara. Tiga hari tiga malam aku tak bisa tidur hanya memikirkan konsekuensi jawaban “iya” ku. Aku tidak kuat klara.. aku benar-benar tidak kuat merasai dosa dan murka Allah atas jawabanku itu.” Ucapnya lirih meski ia tahu clara tak mungkin mendengarnya. Namun ia tetap berucap. “aku tak kuat menahan dosanya”

            Ia beranikan diri untuk mengirim pesan singkat kepada Rangga. Berucap maaf. Namun Rangga tiba-tiba berubah menjadi srigala yang tak terkendalikan.

            “Kamu itu, adalah akhwat plinpan. Dan aku tidak akan berharap menikah dengan akhwat sepertimu lagi. Bagiku wanita biasa jauh lebih baik daripadamu. Dan satu lagi, aku selama ini telah dibutakan oleh cinta bodoh kepadamu. Padahal disampingku ada Clara yang selalu pengertian kepadaku. Tidak sepertimu. Dan aku berharap memiliki pendamping seperti Clara. Dan akan aku tegaskan. Aku tidak akan tertarik dengan akhwat lagi. Terlebih sepertimu!” ucapnya tajam namun menyayat.

            Air mata Cinta terus berlinang. Betapa hatinya telah hancur. Ia bisa saja mengiba kembali kepada Rangga karena ia juga masih menyukainya. Namun ia hanya bisa menjawab dalam hati. “rasa sakit akibat kata-katamu dalam hati ini, tak mampu aku bandingkan dengan rasa takutku akan dosa. Ketahuilah Rangga, jikapun Allah takdirkan kita bersama, kita akan tetap bersatu tanpa aku harus membuatmu terbuai oleh kesetiaanku menunggumu, begitupun denganku tak harus tersiksa batin karena terpupuk cintaku saat aku menunggumu. Allah aku serahkan semuanya padamu.”
***

            Cinta berusaha membuka kembali lembaran barunya. Kali ini ia benar-benar merasa menjadi pribadi baru. Ia lebih tenang menghadapi hidup. Meski hatinya sedih karena ia tahu bahwa rasa benci Rangga kepadanya membuat Rangga menjadi jauh dalam lingkaran dakwah. Dahulu ia berharap dengan mendekati dan memiliki Rangga suatu saat dakwah ini akan semakin kuat oleh ketangkasan yang dimiliki oleh Rangga. Namun… Rasa cinta Cinta kepada Allah melebihi rasa suka nya ia kepada Makhluk Nya. Inilah tarbiyahnya. Allah menguji ketulusan perjuangan Rangga dan Cinta. Hingga siapakah yang mampu bertahan? Hanya mereka sendiri yang mampu memutuskan.
            Cinta terjebak oleh kelemahannya. Namun ia menang karena ia mampu membuat keputusan yang berani.  Memang bukan makhluk yang suci, namun bukan berarti selalu berdebu.  Cinta sudah sangat rela jika suatu saat Rangga bukan miliknya dan bahkan milik sahabatnya Clara. Namun itu adalah pilihan.    
***
1 Tahun kemudian.

            “Cinta, ini ada ikhwan yang mau melamarmu. Dia sudah berikan biodatanya kepada ustadzah, ustadzah yang menyerahkan kepada mbak. tolong ditanggapi ya?” ucap guru ngajinya.

            “iya mbak, “ berusaha sok tegar meski jantungnya terus saja berdetak kencang.

            Cinta bergegas pulang. Ia tak segera membuka biodata itu. Ia lajutkan rutinitas hariannya. Ia lengkapi amalan hariannya yang kurang. Pada hari itu, entah mengapa hati Cinta menjadi hati paling tenang. Ia menutup mata dengan do’a do’a yang selalu ia haturkan. “Allah, lapangkanlah hatiku. Lapangkanlah pula hati orang-orang yang telah aku sakiti. Berilah yang terbaik untuk ku , kedua orangtuaku, dan juga untuk hamba-hamba yang mencintaimu. Ampuni kami”

            Alarm nya berdering menunjukkan waktu tepat pukul 02.00 saatnya ia menunaikan hak Tuhannya. Begitu syahdu ia bermunajat. Do’a istikhorohpun selalu ia lantunkan. Begitu rindunya ia kepada Tuhannya lalu kemudian ia buka musyafnya. Ia baca butiran-butiran ayar Tuhan yang menyejukkan hati. Ia bersujud penuh kecintaan dan ketundukan. Setelahnya ia lirik biodata yang kemarin siang telah gurunya berikan kepadanya. “Allah, berilah aku yang terbaik, jika ini baik untuk agamaku, dan untukmu maka ikhlaskan hati ini”
            Ia mantapkan untuk membuka biodata itu, lembaran putih polos sebagai cover dari biodata tersebut. Lalu… tertulis nama disana. “Ahmad Rangga Ramdhani”. Sebuah nama yang tak asing baginya. Ia baca penuh teliti, kali ini bukan karena rasa dan egonya. Dan dengan mantap ia terima ajuan mas Rangga itu.
            Setelahnya proses ta’aruf, dan khitbahpun berjalan dengan lancar. Tak lebih dari 1 bulan dari cinta menerima biodata tersebut akadpun terselenggarakan.
            ***

            “kali ini, aku tak mau kau terlihat hina dihadapan Allah. Aku tak mau membuatmu menunggu seorang lelaki bodoh yang hanya bisa mengumbar janjinya. Kali ini, tanpa banyak buaian, kujemput bidadariku. Maafkan aku telah melukai hatimu dulu.” Ucapnya lirik kepada cinta.

            “terima kasih,” air mata Cinta terus berlinang. Mengenang masa lalunya.

            “Karena aku mencintaimu Cinta, aduhai Aisyah istriku.”

            Tersipu wajah aisyah. “semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dimasa lalu, dan memberi berkah atas kita. Akupun juga.”.

            Rasa Syukur Cinta kepada Allah, betapa ia harus bertahan menghapus rasa sukanya dahulu dengan cara yang menyakitkan. Dan kini sang pangeran telah hadir dengan gagah berani. Betapa Janji Allah tak akan pernah teringkari sedetikpun. Percayalah.

***
            Pasca pernikahan tersebut. Keluarga Ahmad dan Aisyah menjadi keluarga yang berkontribusi aktif di masyarakatnya. Sehingga banyak dari tetangganya yang mempercayakan kegiatan-kegiatan desa kepada mereka.
            Dan inilah hikmahnya, Sebuah bingkai yang suci dan penuh Visi pada akhirnya.

End..
(mohon maaf apabila ada kesamaan kisah, nama, dan juga atribut lainnya. Penulis hanya mengarang saja)

17 Juli 2012
SC 23:32
ArsyFatih

No comments:

Post a Comment