Sunday, April 10, 2016

Love is not Blind

Beberapa jam berkelana dalam dunia facebook, membuat aku menjadi ingin menulis sesuatu hal. Membaca status teman-teman yang kebanyakan bertemakan tentang “cinta” membuatku tersenyum geli. Sebegitu mudahkah mereka mengejawantahkan sesuatu hal yang dinamakan dengan “cinta”. Mulai dari lagu lama “ mencintaimu adalah sebuah anugrah” (musibah kale), hingga lagu terbaru pun “ aishiteru “ mereka embat untuk status mereka. Ada yang lagi kasmaran dengan bahasa “ say, say, say, aku cinta banget sama kamu” (emang gue pikirin), ada pula yang cinta tak tersampaikan “ harus berapa kali aku mengucapkan kata cinta agar kau mengerti bahwa aku benar-benar mencintaimu” (sapa suruh jatuh cinta), ada pula yang cinta tak direstui “ salahkan aku mencintaimu “ (ya terang salah lah). Lagu-lagu kayak gitu sih kagak masalah bagiku asal obyeknya jelas.  Kata cinta itu, sebegitu mudahnyakah terungkapkan, terluapkan?. Jika itu adalah devinisi cinta sesungguhnya bagi mereka, maka dengan tegas aku mengatakan itu belum seberapa dari kata cinta itu sendiri.


Masih teringat dengan jelas sore itu, saat aku masih duduk di bangku awal kelas 2 SMA, di dalam masjid Al-Anwar. Ba’da sholat ashar dengan masih mengenakan abu-abu putih. Hanya ada aku dan dia. Kakak yang menyebut dirinya akhwat excellent. Energik. Smart. Entah berawal dari mana yang pasti saat itu dia menceritakan kisahnya yang telah menyukai seseorang dari awal SMP dulu. Mendengar hal itu spontan aku memfokuskan muka dan pikiranku padanya agar dapat mendengarkan stiap katanya. Kaget, jelas karena tak kusangka akhwat sekeren dia, selevel dia ternyata pernah juga di hinggapi virus merah jambu yang lumayan merekah. Tapi tenang dia hanya suka tak berani bertindak jauh. Ketika berada dalam organisasi yang sama, itulah hal tersulit baginya, cinta itu semakin merekah, tapi tenang itu hanya cinta baginya, tak berani bertindak jauh, bagaimana dia hanya bisa memendam cinta itu dalam-dalam. Hingga Allah menakdirkan mereka satu SMA. Awal memang sulit, namun pada akhirnya beliau telah memutuskan hal yang hebat, dan memukauku. Masih aku ingat kalimat-kalimat itu.



“ saat itu dek, aku masih menyukainya. Ketika menyukainya aku memutuskan untuk melindunginya, tak berani ku dekati dia, karena aku sangat ingin melindungi dia, tak berani aku memandangnya, karena aku ingin dia terlindungi oleh nafsuku. Tak berani aku bicara terlalu berlebih dengannya, karena aku ingin melindunginya dari suara dayuanku. Tak berani aku sekedar hanya sms jika tak puenting, karena aku melindungi angannya. Aku tak ingin gara-gara cintaku dia akan termukai oleh Allah. Ya itulah cinta menurutku, aku selalu memperbaiki diriku agar Allah berikan jodoh yang terbaik untukku skalipun itu bukan dia, akupun juga berdoa semoga Allah melindunginya dan membuat dia selalu dalam hal terbaik”

Terpukau dengan kalimat itu, itulah cinta, dimana cinta mengajarkan untuk berkorban dan melindungi, bukan merusak. Yang kebanyakan diartikan dengan perhatian oleh remaja-remaja masa kini. Jika ada yang bilang “ kamu sih nggak tau rasanya mencintai orang, makanya nggak ngerti” ooo siapa bilang, cinta gue dengan cinta ello beda yo!!. Coba aja liat ntar tahan lama yang mana, jika yang kau inginkan adalah cinta semu belaka maka silakan menjajakan cintamu pada orang yang kamu mau. Jika kau hanya inginkan cinta sesungguhnya maka simpanlah cinta itu hingga seseorang yang halal akan datang untuk meminta cintamu. Aku rasa itu lebih barokah.

“anti itu adalah orang yang terlalu mudah mengucapkan kata cinta” komentar seorang ukhti saat ada kuis menilai temannya masing-masing. Aku hanya tersenyum mendengar kalimat itu. Kenapa tidak. Itulah aku, aku berhak mendapatkan cinta saudaraku, bagaimana mungkin aku dapat menuntut hak itu jika aku tak memberikan hak kalian pula. Cinta bagiku adalah kata kerja, mudah bagiku untuk mencintai seseorang jika itu memang diutus. Seperti yang dilakukan Umar ra. Sobat muda muslim, janganlah terlalu sempit memaknai cinta, belajarlah mencintai seseorang pada tempatnya. Insya Allah bakal langgeng. Apalagi cintanya karena Allah. Seperti cintaku pada seorang ukhti yang jauh disana. Hingga detik inipun aku masih mencintainya. Dan aku sangat yakin dia juga sangat mencintaiku tanpa aku harus memintanya. Enakkan mencintai pada tempatnya.

Wallahu’alam bishowab



Malang, 3 juli 2010, syahidah camp. 09.00

No comments:

Post a Comment